Bagi kalian-kalian, penikmat artikel remeh,
nyeleneh, dan receh namun cukup berbobot dan mendidik (tergantung perspektif
masing-masing), kalian pasti tidak asing dengan situs MalesBanget.com atau
disingkat MBDC. Saya sendiri mengenal MBDC ini sejak sekitar tahun 2011, ketika
pada saat itu saya masih SMA dan Kaskus menjadi jawara dalam menghadirkan media
forum lintas topik. Dibandingkan Kaskus, tidak terlalu banyak teman saya yang
membicarakan MBDC, hanya ada segelintir pihak yang membicarakannya.
Saya mengakui bahwa artikel-artikel pada
tahun-tahun itu relatif nyeleneh dan kurang universal untuk dikonsumsi publik.
Kalau dibandingkan dengan artikel MBDC masa kini, artikel MBDC masa kini
cenderung lebih “normal” dan lebih “aman”. Saya menduga-duga apa mungkin
gara-gara dampak dari peraturan terkait teknologi informasi yang beberapa saat
terakhir ini menjadi lebih “kuat? Kendati begitu, artikel-artikel nyeleneh MBDC
jaman dulu justru terkadang memberikan ide baru bagi saya untuk menulis. There is always a good side in every bad
side, isn’t it?
Senjata utama dari MBDC adalah konten. Oleh
karena itu, MBDC rajin menciptakan beragam inovasi untuk menyajikan konten-konten
yang kreatif dan menarik. Tidak melulu menelurkan artikel, MBDC juga menelurkan
beberapa mini seri yang dipublikasikan di website melalui perantara YouTube.
Salah satu yang menurut saya paling pecah dan paling tidak tergantikan adalah
Jalan-Jalan Men (JJM).
Ringkasnya seperti ini; Jalan-Jalan Men
merupakan serial video bertemakan jalan-jalan yang dikemas dengan cara berbeda
dibandingkan serial bertemakan jalan-jalan lainnya. JJM ini berfokus pada kisah
Jebraw, si traveler super sejati abis, didampingi kompatriot sejatinya yang
dulu kata orang-orang manisnya ngalahin kecap Bango, Naya, dengan tujuan
menjelajahi tempat-tempat epic di Indonesia. Yogyakarta, Bali, Derawan, hingga
Manado tercatat sudah disambangi duet maut ini. Selama 5-6 tahun terakhir, JJM sudah
merilis 4 seri dengan 1-3 episode di
tiap lokasi.![]() |
Teaser JJM tahun 2012 |
Yang menjadi keunikan di serial ini tidak hanya
terletak pada teknik pengambilan gambar kualitas wahid maupun time lapse dengan
efek-efek yang menawan, akan tetapi juga polah kedua pemeran utama JJM yang
justru menjadi daya tarik tersendiri di JJM. Dengan kepribadian yang berbeda
antar satu sama lain, penyimak dihibur dengan tingkah Jebraw yang slengekan,
super slebor, dan lucu (funny) berdampingan dengan Naya yang cerdas, anggun,
dan lucu (cute). Halah njijiki~
![]() |
Duo Host Jalan-Jalan Men (kiri: Jebraw, kanan: Naya) |
Di episode JJM tahun ini, serial JJM kembali
mengudara setelah sebelumnya sempat vakum selama 3 tahun. Euforia bertebaran di
lini masa, menyambut kembalinya Jebraw dan Naya. Kendati begitu, ada beberapa
hal yang menjadi catatan ketika saya menyaksikan episode awal JJM 2018 ini.
Sebelumnya, ini merupakan opini pribadi saya dan saya tidak berafiliasi dengan
media manapun ataupun MBDC. Saya juga tidak memiliki kapabilitas dalam menilai
baik buruknya sebuah tayangan, jadi apabila ada ketidaktepatan, mohon
dimaklumi.
Jebraw
yang Kurang “Jebraw”
Tidak dapat dipungkiri, Jebraw adalah ruh dari
JJM. Saya rasa ini pun bukan ungkapan yang berlebihan. Namun nyatanya JJM tidak
akan menjadi JJM tanpa kehadiran Jebraw. Boleh dibilang Jebraw ini serupa
dengan Lionel Messi di Argentina Barcelona. Oleh karena itu, sebagai pemeran
kunci di JJM bersama Naya, sukses tidaknya JJM sangat berpengaruh dari Jebraw.
Hanya saja...
Saya mengamati ada perubahan signifikan dari
Jebraw di episode awal JJM 2018 ini (di samping posturnya yang memang lebih
gemuk dan suaranya yang tidak secempreng dulu). Tidak terlalu kentara memang
apabila menonton tayangan JJM secara runut, namun apabila dibandingkan secara
ekstrem antara seri awal JJM di Yogyakarta (tahun 2012) dengan episode awal JJM
2018 ini, saya merasa beberapa perubahan dilakukan justru yang menjadikan JJM
menjadi kurang greng.
Pada edisi awal JJM Yogyakarta di tahun 2012
saya menangkap bahwa Jebraw ini adalah “maha guru” bagi segala macam jenis
persleboran di dunia. Mulai dari tingkahnya yang serba absurd (entah memang
secara natural atau diatur oleh sutradara), pola pikirnya yang nyeleneh, hingga
kata-kata atau frasa yang menjadi trademark JJM seperti “Petjuaah” dan “super
duper awesome abis”. Atas dasar itulah, JJM mulai dikenal khalayak ramai selain
memang karena konsep yang dibawa JJM berbeda dari seri jalan-jalan pada
umumnya.
Namun di JJM 2018 ini, saya menemukan gairah
Jebraw dalam berslebor menjadi kurang greget. Guyonan-guyonannya terasa kurang
bertenaga, cenderung “ter-filter”, dan sudah diatur sedemikian rupa. Di
beberapa adegan juga, guyonan terasa agak sedikit dipaksakan. Padahal
kesleboran Jebraw yang nampak natural adalah kunci di JJM seri-seri sebelumnya.
Publik yang menonton JJM di seri sebelumnya selalu menanti-nanti, kira-kira
apalagi guyonan-guyonan slengekan yang dilontarkan Jebraw.
Di sini saya berhiptotesis bahwa ada dua faktor
yang menjadikan Jebraw bertransformasi. Pertama, saya beranggapan bahwa MBDC
mulai menargetkan tayangan JJM ini agar dapat ditonton oleh seluruh khalayak.
Alhasil guyonan yang ditampilkan pun juga harusnya cenderung lebih terkontrol
dan lebih universal ketimbang JJM di era awal dulu. Di satu sisi, ini hal yang
baik karena dengan berkurangnya inappropriate jokes, berarti JJM mencari jalan
tengah dengan menghadirkan jokes yang masih mengocok perut namun tidak vulgar
ataupun menyinggung satu elemen sehingga JJM dapat dinikmati oleh berbagai
lapisan. Namun di satu sisi, kualitas jokes yang dibawakan menjadi banyak
dikorbankan dibanding seri awal. Apalagi bagi penikmat serial JJM yang
mengikuti seri ini sejak pertama kali diluncurkan, termasuk saya, yang
terlanjur :nyetel” sama
Yang kedua, saya beranggapan bahwa yang berubah
bukan pada konsep JJM-nya, namun pada Jebraw-nya. Di seri JJM 2018 ini, saya
merasa bahwa Jebraw sudah menjadi lebih dewasa (secara kepribadian, bukan usia)
sehingga mungkin dia mengurangi guyonan-guyonan aneh dan ngelantur. Perubahan
pada diri Jebraw ini mengingatkan saya bahwa semakin berkembangnya manusia,
manusia akan mencari jati diri di sanubarinya sehingga lebih tenang dalam
menjalani hidup.
Ah sial, saya jadi berkontemplasi.
Product
Placement yang Makin Tertera Jelas
Catatan kedua adalah pemajangan iklan produk
yang semakin kentara. Saya tidak memungkiri bahwa iklan memegang peranan
penting di media era kekinian. Ini hal yang normal, sebab media mulai
bertransformasi. Tidak hanya sebagai sarana pemberi informasi namun juga wadah
bisnis. Toh setiap media juga perlu membuat asap di dapurnya tetap mengepul,
kan? Asalkan tetap memberikan informasi yang akurat dan faktual, menurut saya
tidak masalah.
Hal yang sama juga terjadi di JJM. Di seri-seri
sebelumnya, beberapa produk baik secara eksplisit maupun implisit dipasarkan
pada masing-masing episode JJM. Kategori produknya pun juga beragam seperti
produk telekomunikasi, mi instan, hingga maskapai penerbangan. Hal ini lantas
membuktikan bahwa media dan iklan dapat berjalan linier serta saling mendukung.
Di JJM 2018 ini, produk yang menjadi pendukung JJM adalah salah satu pendatang
baru di online commerce Indonesia yang menempatkan sosok Joy, sebagai
representasi dari e-commerce tersebut.
![]() |
Product Placement di JJM 2013 seri Malang. Meskipun nampaknya disengaja, namun peletakkannya “rapi” dan tidak mengganggu cerita |
Yang saya perhatikan, product placement di JJM semakin eksplisit di tiap-tiap edisi. Lagi-lagi membandingkan dengan di seri Yogyakarta dan Bandung (dua seri awal JJM), produk sponsor hanya muncul sekelabat sebagai latar atau berupa cut scene menuju scene baru. Penonton tidak terdistraksi akan hal ini karena durasi iklan hanya beberapa detik. Namun di beberapa seri JJM terakhir, sebagai contoh di seri JJM 2015, promosi produk diberikan scene khusus dimana pemeran utama diberikan adegan khusus untuk menggunakan dan mempromosikan produk sponsor. Bahkan di seri JJM 2018, Joy pun hadir sebagai pemeran ketiga di samping Jebraw dan Naya, ditambah slogan-slogan produk sponsor yang sangat sering saya temui dalam tayangan JJM 2018.
![]() |
Product Placement di JJM 2015 seri Lombok |
![]() |
Product Placement di JJM 2018 |
Saya tidak mempermasalahkan promosi dalam
media, namun karena poin utama dari JJM ini adalah kisah perjalanan Jebraw dan
Naya, maka saya merasa sedikit terdistraksi dengan adanya iklan numpang lewat
di tengah-tengah episode. Meskipun saya pun juga tidak menampik bahwa dalam
setiap iklan produk dalam sebuah tayangan pasti melalui proses pengarahan agar
sesuai dengan jalan cerita. Akan tetapi, keberadaan iklan yang numpang pada JJM
2018 ini membuat jalan cerita menjadi terasa kurang natural. Yang saya
khawatirkan, JJM 2018 justru akan dikendalikan oleh produk sponsor sehingga
mengabaikan konsep utama JJM yakni kisah Jebraw dan Naya menjelajahi Indonesia.
Ruh
Baru JJM atau Ruh Lama JJM?
JJM 2018 kembali dengan format sama dengan
tetap menekankan pakem yang sama dari tiga edisi sebelumnya; membuktikan
kesungguhan Jebraw terhadap Naya. Memang terdapat modifikasi pada tiap-tiap
edisi dengan menambahkan beberapa ide cerita tambahan, namun ide tambahan yang
diberikan tidak jauh dari pakem yang dipegang hingga edisi keempat ini.
![]() |
Nobar Premier JJM 2018 di CGV Grand Indonesia 10 Juli 2018 lalu |
Dengan pakem sama yang tetap dipegang,
perubahan justru terjadi di konten utama JJM yakni pada pemeran utama dan
product placement yang semakin tertera jelas. Saya memang baru menikmati satu
episode di edisi JJM 2018 ini, karena memang baru satu episode yang dirilis.
Namun saya juga mendapati di kolom komentar bahwa banyak yang menganggap
episode pertama di JJM 2018 ini tidak sesuai ekspektasi. Pemeran dan konsepnya
memang sama, namun ditampilkan dengan ruh yang baru. Entah apakah ruh ini
dianggap sebagai pendekatan baru di seri-seri JJM 2018 selanjutnya, saya pun
juga kurang tahu. Meskipun begitu, tidak sedikit juga penonton yang menganggap
JJM 2018 masih sama bagusnya dengan seri sebelumnya.
Dengan berubahnya karakter seorang Jebraw dan
product placement yang makin tertera jelas, akankah JJM 2018 mendulang
kesuksesan seperti seri-seri sebelumnya? Saya tidak dapat menjawab hal ini.
Namun dengan basis massa JJM yang terlanjur besar, saya masih optimis bahwa JJM
masih akan mendulang kesuksesan di seri 2018 ini. Selain itu dengan karakteristiknya
yang berbeda dengan serial perjalanan lainnya, perubahan yang ada juga tidak
akan mengganggu popularitas JJM. Meskipun memang, masih besar harapan saya
untuk menikmati seri baru JJM ini sama seperti saya pertama kali menikmati JJM
episode Yogyakarta pada tahun 2012 yang menjadi salah satu motivasi saya untuk
berkuliah di Yogyakarta.
Jadi pilih ruh baru atau ruh lama? Ga penting,
yang penting…
JALAN-JALAN MEN!
0 comments